Diperlukan Perubahan UU Advokat Guna Mendapatkan Kejelasan

0
Bagikan :

INISIATORNEWS, JAKARTA – Akhir-akhir ini polemik yang terjadi dalam tubuh organisasi advokat sangat pelik, adanya 3 kubu kepengurusan pada PERADI (Perhimpunan Advokat Indonesia) menjadi bentuk nyata bahwa Organisasi Advokat sedang dalam problem yang sangat pelik.

Hal ini dikatakan Hendarsam Marantoko ketika menyikapi satu sama lain kubu PERADI yang menyatakan dirinyalah Organisasi Advokat yang sah.

Menurut Hendarsam, penyebabnya adalah bentuk organisasi Advokat yang dimaksud dalam Undang-Undang Advokat sudah tidak sesuai dengan keadaan Advokat di Indonesia saat ini.

“Undang-Undang Advokat harus menjadi solusi bagi permasalahan dalam tubuh Organisasi Advokat. Tercatat bahwa perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat masuk menjadi Program Legislasi Nasional (PROLEGNAS) DPR RI tahun 2019-2024 akan tetapi Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat tersebut tak kunjung dibahas oleh DPR RI,” ujar Advokat ini.

Perubahan UU Advokat

Menurut Advokat Hendarsam yang terjadi dalam tubuh organisasi advokat hari ini adalah karena tidak ada kejelasan dalam UU Advokat terkait dengan bentuk organisasi advokat itu sendiri.

“Kalaulah frasa “Organisasi Advokat adalah wadah satu-satunya bagi para advokat” diartikan sebagai bentuk single bar, maka perubahan UU Advokat sangat diperlukan, mengingat bahwa bentuk single bar tak mungkin untuk dipertahankan lagi. Apa yang terjadi pada tubuh organisasi advokat hari ini adalah akibat dari ketidaksesuaian konsep organisasi advokat di Indonesia yang menganut konsep single bar dengan keadaan dan keberagaman negara Indonesia yang menyebabkan banyaknya bermunculan organisasi-organisasi advokat (multi bar),” terangnya.

Kode Etik dan Dewan Kode Etik Tunggal

Tidak hanya itu saja Hendarsam mengatakan bahwa perpecahan tersebut juga berpengaruh terhadap sikap dan perilaku para advokat yang sudah tidak tunduk kepada Kode Etik Advokat. Dikarenakan tingkat pengawasan yang dilakukan Dewan Kehormatan Advokat dalam tubuh organisasi advokat tidak berjalan secara maksimal.

“Dengan begitu banyaknya organisasi advokat mengakibatkan advokat yang telah dijatuhi sanksi dari Dewan Kehormatan Advokat di satu organisasi advokat dengan mudahnya dapat berpindah ke organisasi advokat lainnya.
Bahwa agar dapat menjaga integritas dan dapat mengawasi perilaku advokat serta supaya dapat menegakkan Kode Etik Advokat, perlu dibentuk dan ditetapkannya dalam perubahan UU Advokat sebuah Dewan Kehormatan Bersama Advokat Nasional (DKBAN) yang bersifat tunggal, berkedudukan di Ibu Kota Negara dan memiliki perwakilan di wilayah pengadilan tinggi masing-masing provinsi di Indonesia yang berfungsi untuk menegakkan Kode Etik Advokat serta mengawasi seluruh advokat dari berbagai ke anggota organisasi advokat dalam hal tindakan dan perilakunya menjalankan profesi sebagai seorang advokat,” jelasnya.

Ujian Advokat Diselenggarakan Oleh KEMENKUMHAM

Hal senada juga dapat dilihat dalam pelaksanaan UPA (Ujian Profesi Advokat) yang diselenggarakan oleh organisasi advokat. Pelaksanaan UPA (Ujian Profesi Advokat) selama ini cenderung hanya formalitas semata.

“Dengan terjadi perpecahan di tubuh organisasi advokat, mengakibatkan organisasi advokat dapat mempermudah kelulusan calon advokat agar supaya dapat menggalang anggota sebanyak-banyaknya.

Hendarsam berpendapat bahwa organisasi advokat sudah tidak profesional lagi dalam melaksanakan UPA (Ujian Profesi Advokat). Agar terciptanya selektivitas dalam proses penerimaan calon advokat, untuk pelaksanaan UPA (Ujian Profesi Advokat) harus dilaksanakan oleh pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM agar supaya pelaksanaan ujian tersebut dapat diawasi dengan sangat ketat dan soal-soal yang dibuat dapat mengkualifikasi para calon advokat yang benar-benar memiliki wawasan akademik hukum dan juga memiliki nilai-nilai integritas serta memahami Kode Etik Advokat,” tandasnya.

Selain itu, lanjut Hendarsam Marantoko, tujuan diberikannya pelaksanaan UPA (Ujian Profesi Advokat)  kepada Kementerian Hukum dan HAM agar supaya setiap organisasi advokat dapat melaksanakan PKPA (Pendidikan Khusus Profesi Advokat) secara bersungguh-sungguh yang menghasilkan calon advokat yang memiliki kualitas yang mumpuni dan memiliki integeritas tinggi. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *