Brigadir Yosua Hutabarat Diduga Dihabisi Komplotan “Pembunuh Bayaran”
Jakarta-Kematian ajudan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo, yakni Brigadir Yosua Nofriansyah Hutabarat alias Brigadir Y masih menyisakan banyak sekali kejanggalan dan fakta-fakta mau pun informasi yang ditutup-tutupi.
Terungkap, para pelaku penganiayaan, pembantaian, penembakan dan pembunuhan terhadap Brigadir Y, diduga adalah para “pembunuh bayaran” dari oknum polisi kesatuan Brigade Mobil (Brimob).
Salah seorang Juru Bicara Jaringan Aktivis Batak Indonesia Bersama Forum Mahasiswa Sumut, Jhon Roy P Siregar mengungkapkan, dari informasi yang dikumpulkan serta hasil diskusi pada Forum Grup Diskusi Jaringan Aktivis Batak Indonesia bersama Forum Mahasiswa Sumut Jakarta, pada Jumat (05/08/2022), diketahui bahwa Brigadir Yosua dan Bharada Eliezer Richard, alias Bharada E adalah ajudan non aktif.
“Dari informasi yang dikumpulkan, ternyata Brigadir Yosua dan Bharada Eliezer bukanlah ajudan aktif. Mereka ajudan nonaktif. Dan juga, bahwa mereka dari Kesatuan Brigade Mobil atau Brimob. Kemungkinan bahwa Brigadir Yosua Hutabarat dibunuh oleh “Pembunuh Bayaran” berbaju Polisi. Atau, oknum polisi yang disuruh dan dibayar untuk membunuh,” ungkap Jhon Roy P Siregar, kepada wartawan, di Jakarta, Sabtu (06/08/2022), dikutip melalui sinarkeadilan.com.
Hampir tak bisa dibantah, lanjutnya, dari informasi selama ini, tidak sedikit anggota Polri, terutama dari Kesatuan Brimob, yang sering “dipakai” oleh oknum Pengusaha, atau Oknum Berduit, untuk melakukan pengawalan, dan kerja-kerja “berdarah”, dengan imbalan uang yang tidak kecil. Kategori ini bisa disamakan sebagai “Pembunuh Bayaran”.
Soal motif pembunuhan terhadap Brigadir Yosua, lanjut Siregar, itu juga harus diungkap sampai tuntas.
“Karena itulah, kita juga meminta dan mendesak Negara, melalui Presiden Joko Widodo, untuk mengusut tuntas seluruh motif, pelaku, dan skenario pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, dengan terang benderang dan transparan,” lanjutnya.
Jangan Terlalu Dini Mengapresiasi Kinerja Kapolri
Jhon Roy P Siregar yang juga Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta) demisioner ini juga mengatakan, terkait adanya pencopotan sejumlah petinggi Polri dan mutasi yang dilakukan Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, adalah salah satu langkah maju dalam upaya mengusut tuntas dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat.
Akan tetapi, menurut Siregar, sangat terlalu dini jika orang-orang langsung mengangung-angungkan dan menyembur-nyemburkan apresiasi secara berlebihan terhadap langkah yang dilakukan oleh Kapolri Listyo Sigit itu.
Alasannya, menurut Siregar, jika apresiasi-apresiasi berlebihan itu dikembangkan, maka akan terjadi upaya pembiasan terhadap proses pengungkapan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat.
“Kami menyebut peristiwa ini sebagai Tragedi Kemanusiaan. Jadi, sangat tidak pantas jika langsung menghamburkan apresiasi berlebihan kepada Kapolri,” ujar Siregar.
Lebih lanjut, mantan aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) ini mengajak semua pihak, untuk tidak mendomplengi peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat ini dalam mencari keuntungan sepihak.
“Soalnya, sangat terasa aneh juga, mendadak ramai pihak-pihak yang menghamburkan apresiasi berlebihan kepada langkah pencopotan sejumlah anggota dan petinggi Polri yang dilakukan Kapolri Listyo Sigit itu. Ada yang aneh di situ. Apakah mereka sedang mendomolengi peristiwa ini demi mencari keuntungan sesaat? Sedang mengail di air keruh?” imbuhnya.
Justru, lanjut Jhon Roy P Siregar, institusi Polri sedang diuji dan mengalami ujian berat dengab kematian Brigadir Yosua Hutabarat.
Pasalnya, kepercayaan masyarakat Indonesia dan dunia internasional melorot drastis terhadap Polri. Apalagi, katanya, proses pengusutan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat ini sangat bertele-tele, lamban, dan sangat banyak hal yang ditutup-tutupi.
“Justru Institusi Polri sedang di ujung tanduk. Sebab, banyak sekali ternyata kebobrokan yang harus diungkap dan dibersihkan oleh Kapolri. Mari kita kawal terus dan usut tuntas kematian Brigadir Yosua Hutabarat,” tandasnya.
Sebelumnya, dari Diskusi bertajuk “Menguak Kasus Penembakan Brigadir J : Masa Depan Polri di Tangan Bareskrim dan Satgasus”, pada Jumat (05/08/2021), juga diketahui bahwa Brigadir Yosua Nofriansyah Hutabarat, Bharada Eliezer, adalah anggota Satuan Tugas Khusus (Satgasus). Demikian pula, Irjen Pol Ferdy Sambo adalah Komandan Satgasus Polri.
Bahkan pistol yang disebut-sebut dipergunakan Bharada E untuk menembaki Brigadir Yosua Hutabarat, bukanlah pistol ajudan, namu itu pistol sejenis pegangan berpangkat tinggi, minimal berpangkat Brigadir Jenderal.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso menyebut, ada dugaan kuat bahwa Bharada E “dibayar” untuk pasang badan, dan untuk menutup-nutupi informasi dan menutupi fakta-fakta yang sebenarnya.
“Termasuk adanya dugaan bahwa Bharada E “dibayar” atau dibungkam dengan bayaran, itu sangat memungkinkan terjadi,” ujar Sugeng Teguh Santoso.
Sugeng Teguh Santoso menyebut, Indonesia Police Watch (IPW) yang dipimpinnya, baru menemukan fakta baru terkait keanggotaan Brigadir Yosua Hutabarat dan Bharada Richard Eliezer di Polri, keduanya bukan sekedar menjadi ajudan Irjen Ferdy Sambo, tetapi mereka juga sama – sama tergabung dalam satuan tugas khusus (satgassus) yang dibentuk Kapolri.
“Dari penelusuran IPW, Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat yang tewas ditembak merupakan anggota satgassus. Sementara yang menembak yakni Bharada Richard Eliezer juga anggota satgassus. Sedang kejadiannya berlangsung di rumah Kepala Satgassus (kasatgassus) Irjen Ferdy Sambo yang saat itu merangkap selaku Kadiv Propam Polri,” tutur Sugeng Teguh Santoso.
“Kedua-duanya, baik Briptu Nopryansah Yosua dan Bharada Richard Eliezer juga merupakan ajudan Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo,” sambungnya.
Adapun pengusutan kasus ini sudah ditarik Bareskrim Polri dari Polda Metro Jaya yang menangani dua perkara yakni dugaan pelecehan seksual atau pencabulan dan dugaan pengancaman dan kekerasan serta percobaan pembunuhan.
Sementara kasus yang ditangani oleh Bareskrim Polri berkenaan dengan dugaan percobaan pembunuhan dan penganiayaan yang dilaporkan oleh kuasa hukum keluarga Briptu Nopryansah Yosua Hutabarat. Kini ketiga perkara itu semuanya sudah digarap mabes Polri.
Terkait penarikan kasus ini ke Bareskrim Polri, Teguh Santoso mengaku mengapresiasi hal itu, sebab dengan penarikan kasus ini ke Mabes Polri, maka harapan untuk mengusut tuntas kasus ini semakin terbuka lebar.
“Agar menjadi tidak bias dan satu koordinasi, keseluruhan peristiwa pidana dari polisi tembak polisi itu ditangani oleh Bareskrim Polri. Sehingga, penanganan kasus tersebut berada di wilayah Tim Khusus Internal Polri yang digawangi Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono sebagai penanggung jawab dengan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto sebagai anggotanya,” tegasnya.
Diketahui, kasus kematian Brigadir Yosua Nofryansah Hutabarat alias Brigadir J kembali diambil alih oleh Bareskrim Polri. Sebelumnya, kasus tersebut dilimpahkan ke Polda Metro Jaya dan statusnya naik ke tahap penyidikan.
Ini meliputi dua kasus yakni terkait dugaan pelecehan seksual dan ancaman pembunuhan sesuai Pasal 335 KUHP dan 289 KUHP serta kasus pengancaman dan pembunuhan yang dialami oleh istri Irjen Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.
“Ya benar (ditangani Bareskrim),Dalam rangka efisiensi dan efektivitas manajemen penyidikan, disatukan dengan tim sidik timsus” ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo pada Sabtu (30/7/2022). (*)