Alat Bukti Hp Milik Brigadir J Belum Ditemukan

0
Bagikan :

INISIATORNEWS, JAKARTA — Mabes Polri mengakui, dua handphone (Hp) milik Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J), belum ditemukan. Dua Hp tersebut, merupakan salah satu alat bukti penting, dalam pengungkapan, dan penyidikan kasus pembunuhan berencana Brigadir J, yang menjadikan Inspektur Jenderal (Irjen) Ferdy Sambo (FS), dan isterinya, Putri Candrawathi Sambo (PC) sebagai tersangka.

Kepala Divisi (Kadiv) Humas Mabes Polri, Irjen Dedi Prasetyo mengatakan, tim penyidik di Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim, pun masih mencari dua Hp milik Brigadir J tersebut. “Oleh tim penyidik, dan dari hasil laboratorium forensik, Hp tersebut (milik Brigadir J), tidak ditemukan,” ujar Dedi, Selasa (23/8).

Dari penelusuran tim penyidikan, pun tak ditemukan rekaman komunikasi via seluler milik Brigadir J. Masih hilangnya fisik, dan seluruh jejak digital Hp milik Brigadir J ini, terungkap saat Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR, tentang kasus pembunuhan Brigadir J, Senin (22/8). Ketua Tim Investigasi Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, dalam penjelasannya kepada para anggota komisi hukum tersebut mengatakan, sudah melakukan beberapa rangkaian proses pemeriksaan, dalam pengungkapan kasus kematian Briagadir J.

Dalam penjelasannya itu, Anam mengungkapkan, timnya juga mendapati sejumlah bukti-bukti, dan petunjuk untuk merangkai kronologis peristiwa kematian Brigadir J. Beberapa bukti dan petunjuk tersebut, Anam akui didapatkan dari proses penyidikan, yang dilakukan oleh Tim Gabungan Khusus Polri, dan juga Dirtipidum Bareskrim.

Namun begitu, Anam mengatakan, tim investigasinya, juga mendapatkan bukti-bukti, dan petunjuk yang didapatkan dari hasil proses pengungkapan mandiri.

Terkait dengan Hp Brigadir J, kata Anam, tim penyelidikannya, sudah pernah meminta kepada penyidik untuk menguak percakapan, dan komunikasi yang dilakukan sebelum kematian. Akan tetapi, kata Anam, tim penyidik dari Polri, cuma memberikan dua Hp, yang diyakini bukan milik Brigadir J.

Bahkan, Hp yang disodorkan penyidik tersebut, tak berisikan apapun. “Hp-nya Joshua (J), sampai sekarang, juga belum ketemu,” ujar Anam, di Komisi III DPR, Senin (22/8).

Anam mengatakan, dari pengakuan keluarga, Brigadir J memiliki sedikitnya dua Hp. Satu Hp Samsung tipe-8, dan Hp bermerk Cina.

Tetapi, kata Anam mengungkapkan, dua Hp milik Brigadir J tersebut sampai saat raib tak ada rimbanya. “Bukan hanya hilang fisiknya. Tetapi, jejak digital dari dua Hp tersebut, juga tidak diketahui. Sampai sekarang juga belum ketemu,” ujar Anam.

Bahkan, kata Anam, para ajudan Irjen Sambo lainnya, pun setelah pembunuhan Brigadir J terungkap, tak lagi menggunakan Hp yang sama. “Hp ajudannya sudah banyak diganti. Bukan cuma diganti fisiknya. Tetapi, rekam jejak digital dari Hp yang lama, juga sudah tidak ada,” terang Anam.

Padahal, kata Anam, dari penyelidikan terungkap, adanya minimal tiga grup WA di internal para ajudan Irjen Sambo, yang menyertakan Brigadir J sebagai anggota. Menurut Anam, salinan percakapan, maupun jejak digital lain dari Hp milik Brigadir J tersebut, merupakan salah satu alat bukti, dan petunjuk paling penting, untuk mengungkap terang-benderang kasus pembunuhan yang terjadi di rumah dinas Irjen Sambo, di kompleks Polri, Duren Tiga 46, Jakarta Selatan (Jaksel), pada Jumat (8/7) itu.

Penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J, sementara ini sudah menetapkan lima orang tersangka. Baru-baru ini, Jumat (19/8), tim penyidik menetapkan Putri Candrawathi Sambo sebagai tersangka. Pada Selasa (9/8), Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, mengumumkan penetapan Irjen Sambo, sejumlah lainnya menjadi tersangka.

Kepala Bareskrim Polri, Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto menerangkan, para tersangka dijerat dengan sangkaan pembunuhan berencana, subsider pembunuhan, juncto bersama-sama melakukan pembunuhan, dan perbantuan untuk melakukan kejahatan penghilangan nyawa orang lain. Pasal 340 KUH Pidana, subsider Pasal 338 KUH Pidana, juncto Pasal 55, dan Pasal 56 KUH Pidana. “Ancamannya, maksimal hukuman mati, atau penjara seumur hidup, atau minimal 20 tahun penjara,” kata Komjen Agus.

Sumber Berita: Republika.co.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *